nusakini.com--Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin, menegaskan sejak awal Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo tidak setuju, melarang atau bahkan menghapus Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Dalam evaluasi yang dilakukan Kemendagri, yang dipersoalkan adalah penempatan anggarannya di Biro Administrasi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta. Karena tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Artinya, tidak sesuai dengan aturan. 

"Dari awal sikap Kemendagri tidak berubah, tidak pernah melarang atau menghapus TGUPP, yang kita koreksi adalah penempatan anggarannya. Jadi keliru kalau dikatakan akhirnya Kemendagri menyetujui TGUPP, dari awal kita tidak pernah melarang kok," kata Syafruddin, di Jakarta, Rabu (27/12). 

Bahkan, Syafruddin mengapresiasi sikap Pemprov DKI Jakarta, yang akhirnya mau memindahkan penganggaran TGUPP ke anggaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Meski, diakuinya, rekomendasi yang diberikan Kemendagri, sebaiknya TGUPP dibiayai oleh Biaya Operasional Gubernur. 

"Kami terima kasih Pemprov DKI Jakarta mau memindahkan. Pemprov DKI memahami maksud evaluasi untuk kemudian bersedia memindahkan anggaran dari biro administrasi ke Bappeda," kata Syafruddin. 

Menurut Syafruddin, kesediaan Pemprov DKI Jakarta memindahkan mata anggaran untuk TGUPP dari Biro Administrasi Setda ke Bappeda, setelah dirinya bertemu dengan Sekda DKI Jakarta bersama tim di sela-sela acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Balai Kota DKI Jakarta. 

"Setelah selesai pembukaan Musrenbang RPJMD, Pemprov DKI meminta kami untuk berdiskusi terkait tindaklanjut evaluasi Kemendagri sehingga tidak jadi polemik berkepanjangan. Dari awal Kemendagri tidak pernah mencoret TGUPP. Yang dievaluasi menteri adalah penempatan anggaran. Semula di Biro Adminstrasi, kita kasih alternatif misalnya ke Biaya Operasional Gubernur," kata Syafruddin. 

Setelah berdiskusi, Sekda DKI Jakarta mengusulkan agar mata anggaran TGUPP di tempatkan di Bappeda. Bahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Jakarta, menjelaskan tugas dan fungsi TGUPP yakni mengkoordinasikan tugas -tugas SKPD. Karena tugas dan fungsi itu juga ada di Bappeda, maka Kemendagri tidak mempermasalahkan. Tapi, kalau masih di Biro Administrasi Setda, itu tidak relevan. Tidak sesuai dengan tugas dan fungsi biro administrasi. 

"Setelah kita diskusikan, dari TPAD mengusulkan untuk ditempatkan di Bappeda. Mengkoordinasikan tugas-tugas SKPD. Jadi TGUPP masih relevan tugasnya dengan fungsi Bappeda. Sehingga saya katakan itu diskresi bagi daerah. Kami tidak menunjuk ini ke mana. Kalau Pemprov lebih pas ke Bappeda, kami tidak keberatan. Sehingga anggaran TGUPP dibawa ke Bappeda," tuturnya. 

Syafruddin sendiri meminta, jangan ada berita yang keliru. Sebab yang mengemuka ke publik, Kemendagri seolah-olah melarang atau bahkan hendak menghapus TGUPP. Padahal, itu tak benar. Sejak awal, Kemendagri tidak pernah melarang atau menghapus TGUPP. Yang disarankan, hanya penganggarannya dipindahkan. Bukan menghapus TGUPP. 

"Jangan sampai ada pemberitaan seolah-olah, tadi baru kemudian Kemendagri baru menyetujui TGUPP tetap ada. Dari awal kita tidak mempersoalkan TGUPP, tidak pernah minta dihapus kecuali soal anggarannya. Dengan itu harapan kita, Pemda DKI sudah ada solusi utk secepatnya menindaklanjuti evaluasi menteri, karena sesuai peraturan hanya diberi 7 hari untuk ditindaklanjuti. Prinsipnya anggaran itu harus relevan dengan tupoksi satuan kerja perangkat bersangkutan," tuturnya. 

Syafruddin mencontohkan, tugas TGUPP masih relevan dengan Bappeda. Jadi, Kemendagri bukan pada posisi, setuju atau tidak setuju. Apalagi melarang. Pihaknya hanya mengingatkan, agar penganggaran itu harus sesuai tugas dan fungsinya. 

"Kita katakan kalau itu sesuai tupoksi Bappeda, kita tidak keberatan," katanya. 

Tapi lanjut Syafruddin, jika kemudian tugas dan fungsi TGUPP tidak sesuai dengan Bappeda, tentu itu sudah jadi ranah badan pemeriksa, dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, kalau tugasnya mengkoordinasikan SKPD, seperti yang dijelaskan TAPD Jakarta, itu relevan, karena tugas dan fungsi seperti itu ada di Bappeda. 

"Itu kewenangan pemeriksa untuk soal sesuai fungsi atau tidak. Kita harusnya sebagai suatu lembaga, instansi pemerintah, kita juga harus percaya. Kita tidak bisa berprasangka negatif jangan-jangan tidak sesuai," ujar Syafruddin. 

Tentang rekomendasi agar TGUPP dibiayai oleh Biaya Operasional Gubernur kata dia, hanya salah satu alternatif bahwa dalam hal untuk kebutuhan khusus bisa menganggarkan dari dana operasional kepala daerah. 

Tapi, kalau pihak Pemprov dan Gubernur DKI Jakarta merasa lebih cocok di Bappeda karena sifat tugas dan fungsinya sama, ia tak mempermasalahkan. 

"Di Bappeda setahu saya punya fungsi mengkoordinasikan SKPD bersangkutan," katanya. 

Kenapa dalam evaluasi APBD, direkomendasikan alternatif penganggaran masuk biaya operasional kepala daerah, karena menurut Syafruddin, dalam pemahamannya TGUPP hanya melaksanakan tugas-tugas khusus gubernur. " Oleh karena itu kami giring sesuai ini ke biaya operasional kepala daerah," kata dia. 

Kalau seandainya ternyata nanti tugas dan fungsi TGUPP berbeda dengan Bappeda, kata Syafruddin, itu sudah masuk wilayah pemeriksa. Syafruddin juga kembali menegaskan, Kemendagri tidak pernah melakukan diskriminasi. 

Sikap Kemendagri tidak pernah berubah. Tetap sama dengan sebelumnya. " Kita ingatkan supaya anggaran ditempatkan sesuai unitnya. Mau kegiatan apapun harus relevan dengan tugas pokok SKPD," ujar Syafruddin. 

Saat ditanya, apakah ada kasus serupa di provinsi lain, Syafruddin menjawab, sejauh ini untuk evaluasi APBD 2018 yang menggunakan istilah TGUPP hanya DKI Jakarta. Yang lain, tidak masuk dalam APBD, tapi menggunakan pos anggaran tersendiri. Kasus TGUPP di DKI Jakarta muncul ke permukaan karena menggunakan mata anggaran tersendiri. Sekarang, Pemprov DKI Jakarta mau memindahkan ke Bappeda. (p/ab)